Rabu, 31 Agustus 2016

Hijrah dan Ziarah diri

Melakukan perjalanan dengan isi dompet penuh sudah biasa dan tidak ada keraguan akan kehabisan bekal atau uang di jalan, tapi kali ini perjalan sangat berbeda, dan perjalanan yang berbeda ini yang takkan terlupakan sampai kapanpun. Di kota bersejarah Yogyakarta, ya disinilah dimulai satu tapak kaki menuju perjalanan jiwa-jiwa pemimpin yang bijaksana. Bersama teman saya muhammad rayes ibrahim berasal dari Sulawesi Selatan dan Nanda Feriana berasal dari Aceh, tentunya saya sendiri wong kito galo Sumatera Selatan. Dengan tegap dan berani kami melangkah berderap seragam di jalan ringroad ketika itu di turunkan dari sebuah bus yang terlihat lusuh, kami semua masih sehat, rapi, semangat dan belum ada perdebatan yang berarti. Hujanpun membasahi tanah yogya kami harus berteduh sambil menuntaskan kewajiban sebagai seorang muslim.

Menunggu hujan yang tiada redah,kamipun melanjutkan perjalan dengan menggunakan jas hujan, dan bersegera meninggalkan yogyakarta, sebab dengan batas waktu yang telah dintentukan oleh panitia yaitu pukul 2:00 wib kami sudah harus meninggalkan yogya dan menuju kota semarang. Sekitar 30 menit kami mencari tumpangan, silih berganti meminta bantuan dan belum ada satupun yang mau membantu, hujanpun terus berlanjut gerimis manja, sedangkan kami terus mencari tumpangan, dan segerombol orang terlihat tegap dan kompak di atas sebuah pick up yaitu orang-orang yang peduli bencana atau nama komunitasnya TAGAR, akhiratnya bisa membantu dan kamipun di persilahkan naik mobil, dengan sigap menaikkan barang ke dalam mobil, dan satu hal ini adalah awal hijrahku dan ziarahku.

Secara tidak sengaja kami pun bertemu dengan kelompok 8, yang pada saat itu diajak oleh