Selasa, 01 November 2016

Bait-Bait Ilmu

Terbayang dalam-dalam bayang
Terbang berputar, setinggi awan
Tertelungkup secawan embun mencair dan melebur
Tunduk, rapukan hati yang kosong
Terbang melayang dalam pikiran, dalam sub-sub yang tersimpan
Terhenti waktu karenamu, yang diam membisu
Tertata rapi bait-bait ilmu, yang tek pernah hilang
Terbukti akan keabadian
Tanda-tanda kemenangan ada dalam bait
Teruntuk pecundang diam-diam menghilang
Tetap menari, gerakan semua elemen, elemen kehidupan...

By: Randi

Selasa, 1 November 2016

Tangan Tuhan

Semua adalah akar yang terputus
Daun yang kering, gurun yang tandus
Sebening air, hujan yang bau
Tanah menerka arti sebuah makna rasa
Hujamkan rasa yang tak terpikirkan
Rantai-rantai membelenggu kehidupan, dongak kepala tiada arti
Kusam menjadi lapuk tak bermakna, hilang dalam kejap mata
Tangan-tangan tak berdosa, menapakan satu kebaikan
Tak sedikitpun digubris, bahkan abadi
Tuhan...langlangbuanaku mencariMu
TanganMu belum ku sentuh...

By: Randi
selasa, 1 November 2016

Jumat, 14 Oktober 2016

Pancasila Sebagai Dasar Sosiologis Hukum Indonesia

Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik   Falsafah Hukum

Dalam hukum, pikiran-pikiran filsafat menjadi pembuka jalan bagi kelahiran hukum, dalam perkembangannya terdapat empat perkembanganpikiran Yunani yaitu: Pikiran Heroies, Pikiran Visioner, Pikiran Teorities, dan Pikiran Rasional. Pikiran Rasional merujuk kepada tertib akal, sebagaimana yang diungkapkan oleh Plato (429-348 MS) dan Aristolteles (384-322, SM) dalam pikiran rasional dikonsepsikan adanya logos, yaitu instrument untuk mendapatkan keniscahyaan dan keadilan dengan cara memikirkan dan mendiskusikan isi yang ada ( Asyid, 2011). Masyarakat Indoensia yang beragam maka dibutuhkan sebuah Ideologi yang menjadi dasar dalam bertingkah laku disetiap kehidupan bermasyarakat. Nilai-Nilai Pancasila Pancasila sebagai dasar sosiologis hukum di Indonesia, sesuai dengan UUD 1945, yang di dalamnya terdapat rumusan Pancasila, Pembukaan UUD 1945 merupakan bagian dari UUD 1945 atau merupakan bagian dari hukum positif. Dalam kedudukan yang demikian, ia mengandung segi positif dan segi negatif. Segi positifnya, Pancasila dapat dipaksakan berlakunya (oleh negara); segi negatifnya, Pembukaan dapat diubah oleh MPR sesuai dengan ketentuan Pasal 37 UUD 1945. Hukum tertulis seperti UUD termasuk perubahannya, demikian juga UU dan peraturan perundang-undangan lainnya, harus mengacu pada dasar negara (silasila Pancasila dasar negara). Dalam kaitannya dengan ‘Pancasila sebagai paradigma pengembangan hukum’, hukum (baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis) yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh bertentangan dengan sila-sila (Hanapiah, 2010).

1. Ketuhanan Yang Maha Esa, ideologi Pancasila itu berguna dalam menjawab dan mengatasi permasalahan bangsa Indonesia di masa kini dan mendatang, yaitu terutama permasalahan kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan: (1) yang tidak terjawab oleh masing-masing agama di Indonesia, (2) yang tidak terjangkau oleh masing-masing. 1. Percaya akan adanya zat/makhluk/jiwa, kekuasaan yang menciptakan manusia dan seluruh alam semesta, yaitu Tuhan Yang Maha Esa; dengan lain perkataan: bahwa Tuhan Yang Maha Esa adalah sumber kehidupan seluruh alam semesta, termasuk kehidupan manusia perseorangan; Oleh karena itu menjadi kewajiban setiap orang untuk menghormati dan memperlakukan orang lain/sesama man usia dengan cara yang baik, sopan dan santun, sebagaimana setiap orang diperlakukan oleh orang lain; 2. Percaya bahwa zat/mahklukljiwa/kekuasaan ini mengatur dan menentukan hid up seluruh umat manusia dan seluruh alam semesta; 3. Bahwa kami, bertaqwa/pasrah/percaya kepada ajaran dan kekuasaan/cinta kasih/wisdom/ kebijaksanaan Tuhan Yang Maha Esa; 4. Percaya bahwa terbentuknya bangsa/nation Indonesia dan berbagai suku yang hidup di kepulauan Nusantara adalah sesuai dengan Kehendak Tuhan Yang Maha Esa; 5. Percaya bahwa tujuan pembentukan bangsa/ nation Indonesia ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah untuk lebih mencerdaskan bangsa dan mensejahterakan bangsa secara adil; 6. Percaya bahwa kekayaan bumi, alam, air dan udara/angkasa disediakan untuk bangsa Indonesia untuk digunakan dalam upaya mensejahterakan dan mencerdaskan kehidupan bangsa secara adil dan merata; 7. Percaya, bahwa setiap insan manusia dikaruniakan dengan tubuh, akal dan perasaan untuk dapat menggali ilmu dan mengenali kebenaran dan kejujuran, baik yang menyangkut dirinya sendiri, maupun orang lain; 8. Oleh sebab itu manusia Indonesia percaya, bahwa ia wajib membentuk, mengembangkan, menjalankan dan memperbaiki kehidupannya sendiri, tanpa menggantungkan nasibnya pada orang lain; kita diabad-abad yang akan datang. 9. Karena itu kami percaya, bahwa setiap warga negara Indonesia akan dituntut pertanggungjawabannya mengenai hidupnya di bumi oleh Tuhan Yang Maha Esa; 10. Percaya, bahwa cara bagaimana manusia hidup di bumi akan menentukan hidupnya di akhirat. Kemanusiaan yang adil dan beradab, 1. Percaya, bahwa sesama ciptaan dan makhluk Tuhan, setiap manusia sama martabatnya, dan berhak atas kesempatan yang sama untuk hidup sehat, sejahtera dan bahagia; 2. Oleh karena itu menjadi kewajiban setiap orang untuk menghormati dan memperlakukan orang lain/sesama man usia dengan cara yang baik, sopan dan santun, sebagaimana setiap orang diperlakukan oleh orang lain; 3. Berhubung dengan itu, setiap warga negara dan bangsa Indonesia serta hukum Indonesia mengakui hak-hak asasi manusia dan negara Republik Indonesia berbentuk republik. Dengan lain perkataan bahwa, kami menginginkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis; 4. Namun demikian, jika semua dan setiap orang berhak atas hak-hak asasi manusianya, maka yang membatasi hak asasi manusia seseorang itu adalah hak asasi manusia orang-orang lain. Paham inilah yang mendasari pengertian bangsa Indonesia, yang cinta damai dan hidup kekeluargaan/kebersamaan, karena saling hormat-menghormati, sopan santun, tanpa menonjolkan diri sendiri; Persatuan Indonesia, Bahwa sebagai penduduk yang hidup di kepulauan Nusantara yang selama berabad-abad, nenek moyang kami telah berbagi nasib, sehingga telah merupakan suatu Schicksa/gemeinschaft, yaitu masyarakat yang sama nasibnya (ingat teori Otto Bauer) dan karena itu mempunyai le desir de vivre ensemble (niat untuk terus hidup bersama) dalam suatu persekutuan masyarakat. Berdasarkan hal itu, maka seluruh penduduk Hindia-Belanda dan keturunannya merupakan satu bangsa atau satu nation. Akibatnya bangsa Indonesia itu bukanlah suatu masyarakat yang berketurunan yang sama (dari satu nenek moyang); bukan pula masyarakat yang mempunyai budaya atau bahasa atau agama yang sama (dalam arti antropologi budaya), tetapi Bangsa Indonesia merupakan satu bangsa, karena sesuai faham Otto Bauer Nation yaitu "Eine aus schicksagemein schaft erwachsene character gemeisaft" (suatu masyarakat yang karena bersamaan nasibnya mempunyai karakter yang sama.\ Di samping itu, menurut Prof. Ernest Renan, nation Indonesia terbentuk berdasarkan /e desired vivre ensemble, karena timbulnya niat berbagai suku bangsa di Kepulauan Nusantara untuk hidup bersama secara turun temurun sebagai satu bangsa (Baca Prof. Ernest Renan yang berjudul Qu'est ce qu une nation). Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan 1. Prinsip Demokrasi yang pada gilirannya berdasarkan pemikiran dan falsafah serta nilai yang terkandung dalam sila kedua (Kemanusiaan yang Adil dan Beradab). 2. Prinsip pei"'Nakilan, artinya bahwa orang-orang yang bermusyawarah dan mengambil keputusan secara bijaksana, mewakili kelompok masyarakat yang berkepentingan (stakeholder) dengan hal atau topik atau masalah yang dimusyawarahkan.3. Prinsip bahwa setiap keputusan yang diambil hendaknya dicapai setelah dimusyawarahkan dan dipertimbangkan segala segi dan aspek yang berkaitan dengan masalah yang dibahas secara bijaksana. Jadi secara seimbang dan tidak berat sebelah, atau memenangkan/ memprioritaskan kepentingan satu golongan, apalagi satu orang saja, di atas kepentingan golongan yang lain. 4. Prinsip bahwa keputusan yang diambil secara aklamasi merupakan keputusan yang paling ideal. Namun apabila keputusan aklamasi tidak dapat dicapai, maka pula diperhitungkan kepentingan yang banyak (Public Order).5. Prinsip bahwa manakala kesimpulan yang dicapai setelah dilaksanakan musyawarah secara bijaksana (free and fair) dengan memberikan kesempatan mendengarkan pendapat yang cukup luas dan memberikan kesempatan bicara kepada semua pihak yang berkepentingan, maka keputusan yang diambil wajib mencerminkan hasil permusyawaratan. Maka keputusan itu wajib dihormati/disetujui dan dilaksanakan, berdasarkan itikad baik sesuai dengan semangat dan pemahaman pengambilan keputusan, pada saat pengambilan keputusan yang bersangkutan. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sesungguhnya sila kelima ini menetapkan tujuan dan misi bangsa Indonesia bersatu di tahun 1928 dan ketika bangsa Indonesia di tahun 1945 membentuk satu negara kesatuan Republik Indonesia. Lagi pula keadilan sosial bagi seluruh bangsa secara umum juga merupakan tujuan Negara kesejahteraan yang berlandaskan hukum (Social Rechtstaat). Sebagaimana kita saksikan di atas, kalau Sila Kedua berkaitan dengan Sila Pertama, begitu juga dengan Sila Kelima yang merupakan konsekuensi dari Sila Ketiga (Persatuan Indonesia), Sila Kedua (Kemanusiaan yang Adil dan Beradab) dan Pertama (Ketuhanan Yang Maha Esa). Pancasila dasar Sosiologis Hukum Indonesia Didalam setiap sila-sila tersebut memiliki nilai yang menjadi pedoman masyarakat Indonesia, manusia memiliki berbagai macam perasaan dengan demikiian tentu memiliki kepentingan yang berbeda-beda, sehingga dalam bermasyarakat ada terdapat berbagai macam permasalahan yang komplek (keadilan, ketidakadila, kemiskinan dll) sehingga akan banyak terjadinya perbuatan yang melanggar Hukum, Pancasila sebagai dasar negara tentunya menjadi dasar Hukum Bagi Indonesia, Aristoteles mengatakan bahwa manusia adalah “Zoon Polition” yaitu makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat, dan oleh karena itu anggota masyarakat mempunyai hubungan antara satu dengan yang lain, tiap Hubungan menimbulkan Hak dan Kewajiban, Hak dan Kewajiban ini yang akan menimbulkan kesalahpahaman (Asyid, 2011). Pancasila adalah ideologi masyarakat Indonesia yang isinya tertuang didalam Undang-Undang Dasar 1945, setiap masyarakat Indonesia harus taat terhadap setiap nilai-nilai yang terkandung didalam Undang-Undanng Dasar tersebut. Dalam memandang Pancasila tentunya tidak hanya sebagai Ideologi bangsa tetapi dapat dilohat dari sudut sosiologis, menurut Donald Black dalam Rahardjo (2010) mengatakan bahwa sudah saatnya orang melihat pada perubahan-perubahan yang terjadi dalam hukum, sebagaimana hukum dilihat dan diartikan serta bagaimana hukum dijalankan dalam masyarakat.  Dengan demikian, substansi hukum yang dikembangkan harus merupakan perwujudan atau penjabaran sila-sila yang terkandung dalam Pancasila. Artinya, substansi produk hukum merupakan karakter produk hukum responsif (untuk kepentingan rakyat dan merupakan perwujuan aspirasi rakyat). Kedudukan hukum terhadap masyarakat perlu ditingkatkan, mengingat Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum  yang bertujuan mewujudkan kehidupan Masyarakat, Bangsa, dan Negara yang tertib sejahtera, dan berkeadilan dalam rangka mencapai tujuan Negara sebagaimana di amanatkan dalam PEmbukaan Undang-Undangkan Dasar 1945, dan kedudukan Hukum terhadap masyarakat sangat diperlukan, dimana hukum dapat mengatur sendi-sendi dan prilaku adat yang ada pada setiap Warga Negara Republik Indonesia yang berbeda-beda untuk mematuhi diberlakukannya Hukum dan bersamaan kedudukannya didalam hukum untuk mewajibkan serta menjujung Hukum dengan tidak ada kecuali ( Asyid, 2011)      

DAFTAR PUSTAKA

Asyid, Yusuf. 2011. Penerapan Dasar-Dasar Ilmu Hukum (Dalam Teori dan Praktek). Bandung: FISIP UNPAD
Hanapiah, Pipin. 2010. Pancasila Sebagai Paradigma. Bandung: Universitas Padjadjaran
Hartono, Sunaryati._____. Mencari Makna Nilai-Nilai Falsafah Di Dalam Pancasila Sebagai Weltanschauung Bangsa Dan Negara Republik Indonesia._____:Majalah Hukum Nasional
Rhardjo, Satjipto. 2010. Sosiologi Hukum. Yogyakarta: Genta Publishing

Rabu, 31 Agustus 2016

Hijrah dan Ziarah diri

Melakukan perjalanan dengan isi dompet penuh sudah biasa dan tidak ada keraguan akan kehabisan bekal atau uang di jalan, tapi kali ini perjalan sangat berbeda, dan perjalanan yang berbeda ini yang takkan terlupakan sampai kapanpun. Di kota bersejarah Yogyakarta, ya disinilah dimulai satu tapak kaki menuju perjalanan jiwa-jiwa pemimpin yang bijaksana. Bersama teman saya muhammad rayes ibrahim berasal dari Sulawesi Selatan dan Nanda Feriana berasal dari Aceh, tentunya saya sendiri wong kito galo Sumatera Selatan. Dengan tegap dan berani kami melangkah berderap seragam di jalan ringroad ketika itu di turunkan dari sebuah bus yang terlihat lusuh, kami semua masih sehat, rapi, semangat dan belum ada perdebatan yang berarti. Hujanpun membasahi tanah yogya kami harus berteduh sambil menuntaskan kewajiban sebagai seorang muslim.

Menunggu hujan yang tiada redah,kamipun melanjutkan perjalan dengan menggunakan jas hujan, dan bersegera meninggalkan yogyakarta, sebab dengan batas waktu yang telah dintentukan oleh panitia yaitu pukul 2:00 wib kami sudah harus meninggalkan yogya dan menuju kota semarang. Sekitar 30 menit kami mencari tumpangan, silih berganti meminta bantuan dan belum ada satupun yang mau membantu, hujanpun terus berlanjut gerimis manja, sedangkan kami terus mencari tumpangan, dan segerombol orang terlihat tegap dan kompak di atas sebuah pick up yaitu orang-orang yang peduli bencana atau nama komunitasnya TAGAR, akhiratnya bisa membantu dan kamipun di persilahkan naik mobil, dengan sigap menaikkan barang ke dalam mobil, dan satu hal ini adalah awal hijrahku dan ziarahku.

Secara tidak sengaja kami pun bertemu dengan kelompok 8, yang pada saat itu diajak oleh

Senin, 18 April 2016

Ruang Harapan


Layaknya deandelion yang terbang kearah mata angin...
dia tidak meminta pohon untuk menjadi tempat singga, 
dia juga tidak meminta bumi untuk menjadi peraduannya,
hanya meminta ruang yang bisa menjadi saksi ada dirinya...

detik-detik dan ruang berada dikesunyian, angin berhembus membisik kata kalbu,
gelap hampa tiada terasa apapun jua, enggan pergi atau tetap pergi...
pergiku membawa setia dalam diam, senyap membawa orang untuk bertanya...
mungkin ini hanya seuntai kata, yang tidak meminta harapan untuk kembali...

tulang rusuk bekerja keras dalam memindai semua sendi-sendi yang aku rasa, 
berkilo dan berabad lamanya setianya masih ada...hah lelah...

terasa amat terasa jika diruang ini bebanku terasa...
bukannya berharap pada kebisuan mereka, hanya meminta kepadaNya...
serba serbi apapun tentang mereka, yang aku tahu hanya luka darinya...

Tuhan...mungkin ini hanya sedikit, tetapi sangat menukik direlung jiwa...
Tuhan...aku merendahkan diri berharap kepadaMu menunjukkan jalan terbaik...
Aku mencoba mematikan rasaku sejenak, karena aku paham aku...

kerasnya batu, akan terbungkus lumut yang indah meski wujudnya tertutup juga...


By: Randi
Perpustakaan FISIP UNPAD

Sabtu, 12 Maret 2016

Gerhana

Nabi Takut Akan Gerhana

عَنْ أَبِى مُوسَى قَالَ خَسَفَتِ الشَّمْسُ فِى زَمَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَامَ فَزِعًا يَخْشَى أَنْ تَكُونَ السَّاعَةُ حَتَّى أَتَى الْمَسْجِدَ فَقَامَ يُصَلِّى بِأَطْوَلِ قِيَامٍ وَرُكُوعٍ وَسُجُودٍ مَا رَأَيْتُهُ يَفْعَلُهُ فِى صَلاَةٍ قَطُّ ثُمَّ قَالَ « إِنَّ هَذِهِ الآيَاتِ الَّتِى يُرْسِلُ اللَّهُ لاَ تَكُونُ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ وَلَكِنَّ اللَّهَ يُرْسِلُهَا يُخَوِّفُ بِهَا عِبَادَهُ فَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْهَا شَيْئًا فَافْزَعُوا إِلَى ذِكْرِهِ وَدُعَائِهِ وَاسْتِغْفَارِهِ

Abu Musa Al Asy’ari radhiyallahu ‘anhu menuturkan, ”Pernah terjadi gerhana matahari pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi lantas berdiri takut karena khawatir akan terjadi hari kiamat, sehingga beliau pun mendatangi masjid kemudian beliau mengerjakan shalat dengan berdiri, ruku’ dan sujud yang lama. Aku belum pernah melihat beliau melakukan shalat sedemikian rupa.”

Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam lantas bersabda,”Sesungguhnya ini adalah tanda tanda kekuasaan Allah yang ditunjukkan-Nya. Gerhana tersebut tidaklah terjadi karena kematian atau hidupnya seseorang. Akan tetapi Allah menjadikan demikian untuk menakuti hamba hambaNya. Jika kalian melihat sebagian dari gerhana tersebut, maka bersegeralah untuk berdzikir, berdoa dan memohon ampun kepada Allah.”

Perbanyaklah dzikir, istighfar, takbir, sedekah dan bentuk ketaatan lainnya.  Dan bukannya malah berpikir untuk foto selfie atau mengagumi peristiwa gerhana itu sendiri.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ، لاَ يَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا ، وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا

”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika melihat hal tersebut maka berdo’alah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah shalat dan bersedekahlah.” (HR. Bukhari no. 1044)